Sebagaimana diberitakan beberapa waktu sebelumnya, Organisasi Sepak Bola Dunia (FIFA) mendeadline Sepak Bola Indonesia untuk menyelesaikan dualisme organisasi sepak bola dan dualisme liga sepak bola profesional Indonesesia paling lamabat 10 Desember 2012. Fifa juga meminta pemerintah Indonesia untuk membantu menyelesaikan permasalahan sepak bola di Indonesia.
Langkah itu amat jauh dari amanat FIFA/AFC yang mengharuskan kedua kubu berdamai dan duduk dalam satu kongres. Sekjen FIFA Jerome Valcke pun sudah mengultimatum, jika PSSI dan KPSI ogah rujuk, sanksi dari FIFA akan ditentukan dalam rapat komite eksekutif, 14 Desember 2012 nanti.
Alih-alih menaati deadline FIFA, kedua kubu Organisasi Sepak Bola Indonesia, yaitu PSSI dan KPSI malah menggelar kongres sendiri-sendiri pada hari Senin (10 Desember 2012). KPSI menggelar Kongres "biasa" di Jakarta sedangkan PSSI menggelar kongres "luar biasa" di Palangkaraya, Kalimantan tengah. Hasil keputusan kongres pun masing-masing saling bertolak belakang dan terkesan saling menjegal.
Akibat dari "ogah" nya kedua kubu untuk rujuk membuat situasi sepak bola Indonesia dalam keadaan darurat dan kritis. FIFA akan membahas situasi sepak bola Indonesia ini pada sidak exco FIFA di Tokyo, Jepang 14 Desember 2012 nanti. Dalam sidang FIFA itu, besar kemungkinan Sepak Bola Indonesia akan dijatuhi Sanksi oleh FIFA.
Jika di-suspend FIFA, Indonesia bakal terkucil. Skuat 'Garuda' tak boleh tampil di Pra-Piala Asia 2015 mulai 6 Februari 2013. Begitu pula Semen Padang dan Persibo tak bisa berlaga di AFC Cup tahun depan. Itu kalau hukuman dari FIFA hanya setahun. Maka berduka cita-lah untuk sepak bola Indonesia.
Toh, seabrek kerugian tersebut tak cukup untuk melunakkan ego pengurus PSSI dan KPSI. Sekjen PSSI Halim Mahfudz bahkan lebih memilih dikenai sanksi ketimbang harus menggelar kongres dengan voters KLB Solo sesuai nota kesepahaman (MoU) antara PSSI dan KPSI yang diteken di AFC, Juni lalu. Ia berdalih MoU itu melanggar Statuta PSSI.
Sikap tersebut mementahkan pendirian awal PSSI yang akan melakukan segala cara agar Indonesia tak dihukum FIFA. KPSI yang pernah merilis manifesto yang salah satu butirnya berisi lebih baik Indonesia dihukum FIFA ketimbang rekonsiliasi dengan PSSI, kini bersikap sebaliknya.
"Ego" masing-masing kubu inilah yang membuat sepak bola hancur. Mereka tidak mau mengalah satu sama lain demi kepentingan sepak bola Indonesia. Tentu masyarakat Indonesia tidak akan senang dengan situasi ini sebab tidak ada lagi yang mereka banggakan dari Sepak bola Indonesia. Kita berharap, semoga FIFA memiliki kebijaksanaan lain berkaitan dengan sepak bola Indonesia. Amiin *dari berbagai sumber
Langkah itu amat jauh dari amanat FIFA/AFC yang mengharuskan kedua kubu berdamai dan duduk dalam satu kongres. Sekjen FIFA Jerome Valcke pun sudah mengultimatum, jika PSSI dan KPSI ogah rujuk, sanksi dari FIFA akan ditentukan dalam rapat komite eksekutif, 14 Desember 2012 nanti.
Alih-alih menaati deadline FIFA, kedua kubu Organisasi Sepak Bola Indonesia, yaitu PSSI dan KPSI malah menggelar kongres sendiri-sendiri pada hari Senin (10 Desember 2012). KPSI menggelar Kongres "biasa" di Jakarta sedangkan PSSI menggelar kongres "luar biasa" di Palangkaraya, Kalimantan tengah. Hasil keputusan kongres pun masing-masing saling bertolak belakang dan terkesan saling menjegal.
Akibat dari "ogah" nya kedua kubu untuk rujuk membuat situasi sepak bola Indonesia dalam keadaan darurat dan kritis. FIFA akan membahas situasi sepak bola Indonesia ini pada sidak exco FIFA di Tokyo, Jepang 14 Desember 2012 nanti. Dalam sidang FIFA itu, besar kemungkinan Sepak Bola Indonesia akan dijatuhi Sanksi oleh FIFA.
Jika di-suspend FIFA, Indonesia bakal terkucil. Skuat 'Garuda' tak boleh tampil di Pra-Piala Asia 2015 mulai 6 Februari 2013. Begitu pula Semen Padang dan Persibo tak bisa berlaga di AFC Cup tahun depan. Itu kalau hukuman dari FIFA hanya setahun. Maka berduka cita-lah untuk sepak bola Indonesia.
Toh, seabrek kerugian tersebut tak cukup untuk melunakkan ego pengurus PSSI dan KPSI. Sekjen PSSI Halim Mahfudz bahkan lebih memilih dikenai sanksi ketimbang harus menggelar kongres dengan voters KLB Solo sesuai nota kesepahaman (MoU) antara PSSI dan KPSI yang diteken di AFC, Juni lalu. Ia berdalih MoU itu melanggar Statuta PSSI.
Sikap tersebut mementahkan pendirian awal PSSI yang akan melakukan segala cara agar Indonesia tak dihukum FIFA. KPSI yang pernah merilis manifesto yang salah satu butirnya berisi lebih baik Indonesia dihukum FIFA ketimbang rekonsiliasi dengan PSSI, kini bersikap sebaliknya.
"Ego" masing-masing kubu inilah yang membuat sepak bola hancur. Mereka tidak mau mengalah satu sama lain demi kepentingan sepak bola Indonesia. Tentu masyarakat Indonesia tidak akan senang dengan situasi ini sebab tidak ada lagi yang mereka banggakan dari Sepak bola Indonesia. Kita berharap, semoga FIFA memiliki kebijaksanaan lain berkaitan dengan sepak bola Indonesia. Amiin *dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar